Senin, 15 November 2010

Resensi Buku: "[Torang Pe] Hidop" (Kumpulan Puisi)


Judul Buku : [Torang Pe] Hidop
Kategori Buku : Kumpulan Puisi
Penulis : Christofel W.B Manoppo
Penerbit : Mawale Movement Center Sulawesi Utara
Tahun Terbit : 2010
Jumlah Halaman : 127



Ulasan Buku

Oleh: Dean Joe Kalalo


Menulis puisi adalah bagaimana mengolah sebuah fenomena menjadi suatu bentuk kata-kata yang memiliki ciri dan pola yang khas. Penyair yang cerdik selalu menerjemahkan setiap fenomena itu dengan cara yang tepat, segar, dan tentu saja berkepribadian. Berkepribadian di sini bertolak pada esensi bahwa setiap puisi merupakan anak kandung dari manusia yang menciptanya. Sebagai anak kandung ia harus lahir tepat waktu, tak boleh prematur, dan tentu saja, mencitrakan keunikan pemiliknya. Tidak bolehlah ia menjadi anak tiri. Banyak penyair yang terkesan memaksakan gaya penulisannya layaknya penyair-penyair besar. Sehingga kita bisa dengan mudah mendapati produk-produk epigon beredar di mana-mana. Keterpengaruhan itu memang sah adanya tapi tidak perlu dipaksa-paksakan.

Tak terhitung jumlah cara penyair dalam mengolah fenomena di hadapannya. Semua tergantung pilihan dan gaya masing-masing. Dan sepertinya Billy Manoppo adalah penyair yang tidak menutup diri dengan berbagai pilihan gaya. Hal ini pula yang membuat puisi-puisi dalam buku ini memiliki keragaman bentuk dan cara bertutur. Meski memiliki bentuk yang beragam, setiap puisi selalu menampakkan keutuhan dan kepribadiannya. Inilah poin yang terpenting. Bukan masalah seperti apa bentuk sebuah puisi. Tapi apakah dalam setiap puisi kita mampu lahir secara total dan utuh. Bukan saatnya lagi mengerangkeng penyair pada aliran-aliran tertentu, yang membuat mereka seumur hidup berkutat dengan model karya yang itu-itu saja. Biarkan penyair memetik berbagai kemungkinan yang menggantung di atas pohon imajinasi.

Dan barangkali inilah kelebihan dari seorang penyair muda Sulut yang satu ini. Ia mampu mengangkat hal-hal yang kadang tak terpikirkan oleh kita dalam puisinya. Menikmati satu persatu karya dalam buku ini seperti menggali kembali memori-memori aktual yang ada di sekitar kita. Kadang kita disodorkan dengan kontemplasi keindahan cinta yang menghanyutkan, lalu tiba-tiba diusik oleh ironi-ironi kehidupan yang absurd. Atau masalah-masalah sepele namun menggelitik seperti pada puisi berikut ini:



Kuliah

Di atas kursi…

Duduk.

Di atas kursi…

Tatap.

Di atas kursi

Di depanmu dosen tak lagi menginjak lantai…

Di atas kursi…

Zzzz…



Rasanya kita semua, baik orang yang mengerti sastra ataupun awam sepakat bahwa puisi di atas sangatlah sederhana. Namun apakah maknanya sesederhana yang tampak di permukaan?. Bagi saya inilah kepribadian dari puisi Billy Manoppo. Ia mampu menyentuh relung batin setiap pembaca dengan gamblang. Dan membuat mereka tak bisa tidur bermalam-malam hanya untuk merenungi maknanya. Bagi para pembaca, mungkin perlu menyiapkan obat tidur sebelum mencicipi isi buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar