Pada suatu pagi yang biasa sekitar jam enam, pak presiden keluar dari rumah. Tanpa pengawalan militer, tanpa mobil mewah plat merah, tanpa didampingi sang istri dan hanya selembaran kertas yang bertuliskan “aku menjadi burung di pagi ini ” diberikannya kepada petugas yang berjaga di depan rumah kediaman sang presiden.
Berjalan menelusuri trotoar dengan tangan kanan memegang payung dan langka kaki yang disertai siulan, sang presiden menggambarkan dirinya sebagai burung yang berterbangan dan bernyanyi di pagi hari yang cerah.
Baginya, adalah sebuah keharusan untuk menjadi burung pada pagi ini. ‘Siapa yang menciptakan burung? Siapa yang melarang aku menjadi burung?” gumannya pelan… lalu berlari kecil sambil merentangkan tangan, memiringkan tubuh ke kiri dan kanan… aku adalah burung di pagi ini.. aku adalah burung di pagi ini.. bersiul dan bersiul…
Lewat jam tujuh pagi, pada sebuah warung kopi di antara pusat perbelanjaan duduk seorang lelaki tua. Serius membaca koran dan mengepulkan asap putih dari rokok kretek yang dihisapnya sambil menghirup kopi panas dengan mimik bertanya apakah kopi ini senikmat kemarin ?
Hanya selang beberapa menit Presiden melewati warung kopi itu. “Demi Tuhan, hentikan semua ini, kalian biadab..” tiba-tiba lelaki tua itu bersuara lantang… semua orang yang ada di situ terkejut, termasuk Presiden yang menghentikan langkah kakinya dan memandang tanya ke arah lelaki tua itu. Oh.. ini SUBVERSIF . kata lelaki tua itu lagi.. Subversif..Subversif.. sambil Presiden melangkah pelan mendekati lelaki tua itu. Apa yang Subversif… Tanya Presiden.. Militer.. Militer subversif, jawabnya serius memandang foto para demonstran yang terpapar besar di halaman depan koran yang dibacanya itu.
“ ini tak adil, senjata melawan mikrofon, panflet melawan pentungan, tak adil..tak adil.. bagaimana kau setuju denganku?” tanya lelaki tua itu masih tanpa menoleh kepada Presiden yang berdiri di belakang kursi menatap tajam foto demonstrasi..
“ ya, tak adil. Harusnya ada UU yang mengijinkan para demonstran juga menggunakan senjata yang sama seperti para aparat militer itu” jawab presiden…
“kau gila..memang gila.. itu sama dengan menganjurkan perang… memang bodoh…” lelaki tua itu menyelingi umpatannya dengan meminum kopinya lagi masih tanpa memandang ke arah presiden…
“ya, aku mungkin bodoh tapi sebernanya maksudku adalah daripada mereka, bersitegang, berkonfrontasi dan ujungnya perang, lebih baik mereka menjadi burung sama seperti aku di pagi ini…”
“apa, kau sudah sinting ya..” bentak lelaki tua itu, berdiri dan membalikkan badannya ke arah presiden. “Tak pernah ada burung di sini. Di sini yang ada hanya ketidakadilan. Pemerintah tak adil. Militer tak adil dan Mahasiswa ikut-ikutan jadi tidak adil. Maka seluruh orang bersikap tak adil. Ya,, buktinya kau tak adil saat ini dengan mengatakan lelucon yang paling menggelikan yang belum pernah aku dengar. -Menjadi Burun- , apakah itu solusi dari ketidakadilan ini… kau gila..”
“Ya, Cuma itu.. aku tak bisa memberikan solusi yang lain.. sebab, jika aku menyuruh mereka menjadi babi tentu mereka akan menolak mentah-mentah dan jika aku menyuruh mereka menjadi udang tentu mereka akan melemparku dengan batu bertubi-tubi.. jadi ada baiknya mereka menjadi burung saja, sama seperti diriku saat ini. Agar mereka tak usah bentrok, tak usah bersitegang, hanya saja terbang dan bernyanyi setiap pagi dengan suara merdu…… hahh… itu sangat menyenangkan.. aku tak dapat membayangkannya…” kata presiden dengan senyum kecil dibibirnya lalu berjalan keluar dari warung kopi itu ..
“kau sakit… kau sakit… ihhh.. sakit jiwa“ kata lelaki tua itu dengan gaya mengejek kepada presiden”
“Pak L, kau tahu siapa yang baru kau ejek itu..” tegur perempuan pemilik warung kopi itu..
“Ya saya tahu.. itu orang gila.. tepatnya burung gila..
Kau yang gila pak L ,.. itu Presiden kita. Masa kau tidak mengenalnya. Otakmu miring pak L..
Kau yang miring.. aku hanya tahu dan kenal satu presiden selama hidupku.. dia orang pemberani, jujur, bertanggung-jawab bagi rakyatnya dan menjadi suri teladan bagi masyarakatnya…
Siapa itu ?
Cristian Lasut.. jawabnya dengan mantap..
Ini bayarnya…pagiku hilang hari ini.. aku mau pergi…
Dasar pembual... ucap pelayan perempuan itu
Pada sebuah pasar kecil di samping gank jalan Sam Ratulangi.. nampak dua bocah sedang bermain bola.. Hanya beberapa meter dari situ Presiden terlihat sedang membeli dua kantong permen besar pada warung kecil di bibir jalan lorong itu.. setelah itu dia pergi mendekati dua bocah yang sedang menirukan gaya Ronaldinho waktu menggocek bola.. lalu menyapa :
Selamat pagi anak-anak. apakah kalian mau permen.. dua bocah itu terpaku diam menatap tanya dan ragu… aku akan memberikan ini kepada kalian berdua namun, kalian berdua harus bermain burung-burungan denganku. bagaimana ? …tanya Presiden.
Apakah kita akan bermain di sini atau di tempat lain ? Tanya anak lelaki yang satu ? kalau kita bermain di tempat yang lain, saya tidak mau .. tambah anak itu lagi..
aku juga.. sela anak kecil yang satu lagi
Oh.. kita bermain saja di sini, di lorong ini.. ujar Presiden
Pak, kau kan sudah besar, kenapa masih mau bermain burung-burungan ?
Hah..hah.. aku bukan orang besar, tapi aku ini burung. Aku burung di pagi ini … jawab Presiden..
Ok.. sudah jangan banyak tanya lagi.. aku sudah tak sabar lagi ingin bermain.. Begini, aku dan kalian menjadi burung kecil sama seperti yang kalian biasa lihat. Aku, kau dan dia sama-sama berlari menyusuri lorong ini dengan badan agak membungkuk, merentangkan tangan seperti ini… dan ingat, kita bertiga harus menyanyikan lagu aku adalah burung di pagi ini.
“ Aku adalah burung di pagi ini
Aku adalah burung yang bernyanyi
La…la...li...li...ihg...ihg…
Aku adalah burung kecil yang terbang
Menyanyikan lagu selamat pagi
Maukah kalian mendengarkanku… (3 kali) “
Ok.. kalian siap.. ikuti saja kata-kataku kalau kalian lupa lirik tadi ya…
Siap.. ayo kita mulai.. (dengan tertawa kecil Presiden langsung berlari kecil sambil kedua anak itu mengikutinya dari belakang)
8 . 42 Pagi
……………………………………..
It’s ME. Ronald
Hai..
Why… darling?
Sy, aku ingin mengajakmu ke taman kota pagi ini, bagaimana ?
ehm…boleh. Jam berapa ?
Setengah jam lagi. Apa kau ingin aku menjemputmu ?
Tidak usah nal… kau tunggu saja disana…
Ok… aku tunggu kau ditempat biasa… See you darling…
See yu…
Hanya lewat 2 menit saja dari jam 9.12 sore.. Ronald dan Lusi menepati pertemuan mereka di taman kota, tepat pada apitan dua pohon beringin duduk mesra pada bangku kayu lalu memulai cerita mengenai cinta dan cinta diantara mereka.
“Aku ingin cepat mengawinimu Lusy,..
“Apa betul kalau kita berdua kawin engkau masih mau mengajakku ke taman ini, menikmati segarnya udara, lalu pemandangan hijau taman ini, dan ,,bermesraan seperti saat-saat ini?”
“Pasti.. asal taman ini masih ada, masih segar dan rumputnya tetap hijau”
“Kalau kita berdua kawin dan mempunyai anak maukah kau mengajak anak kita bermain disini seperti anak-anak itu ? (menunjuk ke arah Presiden dan dua anak kecil yang sementara bermain burung-burungan)”
“Itu pasti… !” ujar Ronald dengan penuh keyakinan
“Ok… skarang maukah kau bermain burung-burungan denganku seperti orang tua dan anak-anak kecil itu ?”
“Di sini ?”
“Ya… kenapa kau malu ?”
“ehm.. sebernanya… aku tidak malu tapi apa kalau aku dan kau bemain burung-burungan, apakah kau ingin kawin denganku ?”
“Kalau kita berdua bermain burung-burungan, kau menjadi merpati jantan aku menjadi merpati betina, dan baru itu kau bisa kawini aku… hahhh, hahh,,hehh ( tertawa panjang dengan arahan mata yang tak pernah lepas pada presiden dan dua anak kecil yang sedang bermain burung-burungan)”
“Lus,, lihat aku .. aku serius kali ini .. (memegang dagu Lusi dan mengarahkan ke mukanya)”
“Bukankah kau dari tadi serius. Meminta aku kawin denganmu…?”
“Ya.. pasti.. dan aku sangat serius. Dan itu bukan kawin seperti caramu.. Tapi kawin sah. Ok… !”
“(Lusi Memandang serius pada Ronald) Apakah sepasang burung merpati kawin bohong-bohongan ? hah … atau mereka hanya sekedar kawin sesaat ?”
“Cukup. Lus.. apa maksudmu dengan semua ini ? kalau kau belum suka kawin, bilang saja !!!”
Lusi tiba-tiba berdiri dan melangkah ke arah presiden dan dua anak kecil yang sedang bermain tanpa memandang atau mengucap satu kata apapun kepada Ronald. Hanya tangan kirinya diayunkan ke belakang menandai akhir pengejaran Ronald. Melangkah mantap dan tak lama kemudian ia bermain burung-burungan bersama presiden dan dua anak kecil itu.
12 . 00 .Siang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar