Senin, 26 Juli 2010

Ma, apakah Papa layak bertemu Tuhan Yesus ?

Henrolds Tatengkeng



Seperti kata pepatah, "Cinta itu BUTA ! ! " dan itulah yang aku alami,
karena cinta aku diusir dari rumah; orang tuaku tidak mengakuiku lagi
sebagai anaknya! itu semua karena aku "murtad"! aku menjual imanku
hanya karena seorang laki-laki yang saat ini menjadi suamiku !.

Saat Bang Ramadan melamarku, dia berjanji bahwa aku mengikuti
keyakinannya hanya pada saat Ijab Kabul, setelah itu aku bisa kembali
menjadi orang Kristen, aku percaya pada ucapannya, yap .. . . cinta
membuatku BUTA!. Tapi apa yang terjadi, janji hanya tinggal janji,
setelah kami menikah dengan keras dia melarangku untuk pergi kegereja.
Jangankah pergi kegereja mendengar lagu rohani atau membaca Alkitabpun
tidak diperbolehkan, belum lagi Ibu mertuaku sering kali membandingku
dengan menantu-menantunya yang lain, aku dikatakan kafir karena aku
beragama Kristen dan kondisi ini tidak hanya mempengaruhi diriku tapi
aku tau Bang Ramadan juga tertekan dengan gesekan-gesekan dari
keluarganya.

Sekali waktu aku kedapatan membaca Alkitab, tampa berkata apa-apa dia
mengambil Alkitab yang ada ditanganku dan membakarnya didepan mataku !
bahkan dia mengancam akan menceraikanku jika melihatku membaca Alkitab
atau mendengar lagu rohani.

Dalam kondisi seperti ini aku butuh teman untuk mendengar keluh kesahku,
tapi aku tidak punya siapa-siapa. Apa kata mama, papa dan adik-adikku
kalau mereka tau betapa tersiksanya aku.

Sering kali aku menangis jika mengingat kebodohan yang aku lakukan, saat
berpacaran Bang Ramadan begitu baik, pengertian dan sabar, tak jarang dia
mengantarku ke gereja untuk mengikuti kegiatan gereja, tidak hanya itu
terkadang dia ikut masuk dan duduk dikursi paling belakang, karena itulah
aku percaya saat dia melamarku dan berjanji setelah menikah kami
berjalan sesuai keyakinan kami masing-masing.

Satu tahun setelah kami menikah, kami dititipin Tuhan seorang putri,
namanya Siti Aminah. Sebenarnya aku tidak setuju nama yang di berikan
untuk putriku, tapi kembali aku tak mampu merubah keputusan bang Ramadan,
apalagi nama itu pemberian Ibu mertuaku.

Karir bang Ramadan semakin hari semakin meningkat, selama 3 tahun
pernikahan kami sudah berapa kali dia di promosikan dan dikirim ke luar
negri. Rencananya, dalam waktu dekat perusahaan akan mengirimnya
kembali ke Australia selama 2 minggu. Aku percaya ini bagian dari
rencana Tuhan dalam hidupku, karena disaat suamiku selama dua minggu
tidak di rumah, Tuhan menegurku untuk berbalik kepadaNya setelah tiga
tahun hidup dalam kebimbangan.

Walau sikap suamiku sering melukai hatiku, tapi baru ditinggal dua hari
aku merasa kehilangan. Untuk menghilangkan rasa sepi aku dan Siti jalan
ke Plaza, dia sangat senang melihat permainan yang ada di Time Zone.

Ketika di mall, kakiku berhenti tepat di sebuah toko mungil, toko itu
dulu sering aku kunjungi bersama Mama, tapi itu sudah lama berlalu ! !
Aku ingin sekali masuk ke toko itu tapi ada rasa bersalah, aku merasa
tidak pantas masuk kedalam Toko itu. Saat bingung, tiba-tiba aku mendengar
bisikan dihatiku,"masuklah anakKu, kenapa engkau ragu ?" aku sangat yakin
kalau Roh Kuduslah yang berbicara bagiku

Setelah melihat kiri dan kanan, dan aku yakin orang tak ada orang yang
aku kenal disekitarku, perlahan-lahan aku masuk ke Toko Buku & Kaset
Rohani tersebut, walau pramuniaga menyambutku dengan ramah, aku merasa
asing didalam toko tersebut. Sesaat mataku tertuju pada sebuah Alkitab
mungil, dengan ragu-ragu aku ambil dan mulai membukanya.

Aku tidak tau, apa yang membuatku nekat siang ini, aku membeli Alkitab
tersebut dan beberapa buah CD lagu rohani. Aku sadar penuh, kalau
suamiku tau apa yang aku lakukan siang ini, dia pasti akan marah atau
bahkan menceraikanku seperti ancamannya beberapa tahun yang lalu.

Setibanya dirumah, aku memasang CD lagu rohani yang baru aku beli ; ada
rasa damai dihatiku, ada suka cita yang memenuhi relung hatiku, sesuatu
yang sudah lama hilang dalam hidupku. Untuk pertama kalinya setelah 4
tahun menikah, aku kembali memegang Alkitab. Aku gemetar dan tak kuasa
menahan tangis, aku mulai membaca Alkitab baruku dan mencoba
mengingat-ngingat ayat favoritku ketika masih aktif digereja.

Mataku terhenti di ayat ini, tak kuasa aku menahan tangis, rasanya terlalu
lama aku melukai Tuhan Yesus.
Kisah Para Rasul
4:11 Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan -- yaitu
kamu sendiri --, namun ia telah menjadi batu penjuru.
4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia,
sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.

Aku tidak ingin kehilangan suamiku dan putriku, jika aku berontak suamiku
tidak hanya marah tapi akan menceraikannku dan mengambil anakku
satu-satunya.

Kemarin malam bang Ramadan telepon dan mengatakan kalau dia pulang
lebih awal dari yang direncanakan, ternyata dalam waktu sepuluh hari
dia bisa menyelesaikan tugas yang diberikan perusahaan padanya.

Satu sisi aku ingin kembali kepada Kristus, tapi satu sisi lagi aku
takut kehilangan orang-orang yang aku cintai, dan seandainya aku di usir
dari rumah, kemana aku harus berlindung karena sampai saat ini papa
masih belum memaafkanku.

Akhirnya suamikupun kembali keIndonesia, untuk menghindari pertengkaran
semua lagu-lagu rohani dan Alkitab yang baru aku beli, terpaksa aku
simpan di gudang, aku tidak mau untuk kedua kalinya suamiku membakar
Firman Tuhan.

Satu minggu pertama setelah suamiku kembali ke tahan air, aku masih
mencoba bertahan untuk tidak mengungkapkan keinginanku untuk menagih
janjinya yang tertunda, aku bebas menjalankan keyakinanku. Yang membuat
aku bingung untuk melangkah, aku melihat dia berubah, menjadi lebih
perhatian dan penyabar sekembalinya dari Australia.

Tapi semakin aku mencoba melawan hasratku untuk mengutarakan
keinginanku, maka semakin besar tingkat stressku ; aku gelisah ! gimana
ngak stress . . . . hampir tiap malam aku mimpi bertemu dengan seseorang
yang mengingatkanku untuk berbalik kepada Kristus.

Satu bulan aku bergumul, aku berdoa dan berpuasa meminta kekuatan dari
Tuhan, dan aku berpegang pada Firman Tuhan yang mengatakan, "Percayalah
kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi
rumahmu.". Aku yakin dan percaya suatu saat Tuhan akan menjamah suamiku
dan melunakkan hatinya.

Menjelang malam, sepulang dari kantor suamiku bilang dia mau bicara hal
penting dan usahakan Siti bisa cepat tidur supaya tidak mengganggu.
Aku jadi ketakutan sendiri, pikirku apakah suamiku tau saat dia pergi
aku mendengarkan lagu rohani dan membaca Alkitab ? atau jangan-jangan di
menemukan Alkitab atau CD rohani yang aku simpan digudang ?.

Aku cukup kenal sifat Bang Ramadan, aku bisa membaca dari raut wajahnya
kalau dia sedang ada masalah dikantor, aku tau kalau dia sedang marah tapi
berusaha menahan diri. Sebenarnya bang Ramadan adalah suami yang baik,
kalaupun selama ini dia melarangku ikut ibadah digereja itu karena
tekanan dari keluarganya, karena adik-adiknya semuanya menikah dengan
wanita yang berkerudung, dan sebagai anak lelaki tertua dia malu
istrinya beda dengan istri adik-adiknya.

"Apakah mama bahagia menikah dengan papa ?", ini pertanyaan pertama yang
dilontarkan oleh bang Ramadan setelah kami duduk diruang tamu.
Pertanyaan ini membuat aku bingung dan gugup, kenapa suamiku tiba-tiba
memberiku pertanyaan seperti ini. Aku hanya mengangguk, aku harap
anggukan sudah menjawab pertanyaannya dan pembicaraan selesai.
"Apakah mama tidak dendam karena papa pernah membakar Alkitab dan
lagu-lagu rohani diawal kita menikah dulu ?', kembali bang Ramadan
bertanya padaku.

Aku pikir inilah kesempatan untuk bicara padanya, "Pa, kalau aku mau jujur
aku kecewa saat dilarang mendengar lagu rohani, apalagi saat Alkitab
yang aku baca dirampas dan dibakar didepan mataku, apalagi sebelum
menikah kita sepakat untuk menjalankan keyakinan masing-masing kan ? tapi
aku sangat mengasihi papa dan Siti dan mama tau kalau papa pun sangat
mengasihi mama. Keadaan yang membuat papa bersikap kasar padaku, tekanan
keluarga yang membuat papa mampu melukaiku, padahal aku tau kalau papa
sangat cinta pada mama".

Lidahku kelu, saat aku melihat suamiku bersimpuh, bahkan mencium kakiku !
ups. .. . . bang Ramadan menangis! ! ! , bang Ramadan minta ampun karena
melukai hatiku selama tiga tahun pernikahan kami. Untuk pertama kalinya
aku melihat suamiku menangis, masih dengan tersedu-sedu dia berkata,"Saat
aku di Australia, Ridho menelponku, (Ridho adik bungsu suamiku, dan
istrinya adalah menantu kebanggaan Ibu mertuaku, dia tidak hanya cantik
tapi juga kaya dan selalu pembawaannya lemah lembut dan bertutur kata
sopan), Ridho berniat untuk menceraikan istrinya, karena kedapatan
selingkuh dengan rekan bisnisnya.

Terus terang Papa malu pada mama, selama ini papa selalu
membanding-bandingkan mama dengan istri adik-adikku yang kelihatan
saleh, tunduk pada suami, rajin sholat tapi ternyata kelakuan mereka tidak
sesuai dengan apa yang kelihatan selama ini, belum lagi Ibu sering
membandingkan mama dengan menantu-menantu yang lainnya ! dan ternyata
tidak hanya istri Ridho yang bermasalah, minggu lalu istri Fadli juga
di tangkap polisi karena ketahuan memakai Narkoba bersama teman-temannya."

Setelah agak tenang dan mulai bisa mengendalikan emosi, Bang Ramadan
mengambil sesuatu dari lemari, dan memberikannya padaku. Mataku
terbelalak, ternyata isi dari amplop itu adalah Alkitab yang aku simpan
digudang satu bulan yang lalu.

"Papa menemukan Alkitab ini, saat mencari barang bekas digudang kita,
mama jangan takut karena mulai saat ini mama bebas mendengar lagu rohani
dirumah kita, membaca Alkitab atau kalaupun mama mau pergi ke gereja
dengan Siti, papa tidak akan melarang". Ini rumah mama, jadi berbuatlah
sekehendak mama, papa tidak akan melarang kalau apa yang mama lakukan
membuat mama bahagia".

Aku tidak mampu berkata-kata, apa yang aku alami malam ini seperti mimpi
! ! ! Seperti Firman Tuhan katakan, "Tuhanlah yang berperang bagi orang
yang berharap dan berbalik padaNya".

Aku memeluk suamiku dan kami menangis bersama dan minta maaf karena
selama ini kami ijinkan orang lain mengatur kehidupan rumah tangga kami,
dan tampa kami sadari semua itu melukai hati pasangan kami.

Untuk pertama kali setelah tiga tahun membina rumah tangga, aku pergi
kegereja, tidak hanya aku yang semangat tapi putriku pun kelihatan
suka cita, sepertinya dia tau kalau mamanya sangat bahagia.

Yang membuatku heran Bang Ramadan yang rencananya mengantar kami
kegereja juga berpakaian sangat rapi, tapi aku tidak banyak tanya,
jangan sampai pertanyaanku membuat dia berubah pikiran.

Saat aku hendak turun dari mobil, bang Ramadan memegang tanganku, dengan
tatapan penuh harap dia berkata,"Mama, apakah papa layak bertemu Tuhan
Yesus ?".

2 komentar:

  1. bila KAU yang membuka pintu
    tak ada satupun ... dapat menutupnya

    bila KAU yang mengangkat aku
    tak ada satupun yang redahkan ku

    kisah ini menyentuh bgt, menguatkan hati saya yang sedang bingung memikirkan apakah dengan jauh dari Tuhan Yesus kehidupan saya lebih baik ??
    ternyata tidak, DIA selalu memanggil saya untuk kembali padaNYa

    BalasHapus
  2. Amin Puji TUHAN YESUS Hanya padanya kita bersandar dan berharap akan kuasanya yG bgtu indah..

    BalasHapus