Senin, 26 Juli 2010

Maaf, Ini Sebenarnya Perkabungan Biasa (Buat Fredy S. Wowor. Maaf, aku telah berimajinasi tentangmu)

Ie Hadi G




13 Juni 2007. 06.25 WITA:

Jasad diperiksa tim kepolisian setempat untuk menyelidiki dan memastikan motif kematian korban. Di paha korban ada tato pulpen berwarna biru bertuliskan ‘WIS, KITA CINTA SKALI PA NGANA’ dan sebuah sketsa LOVE yang ‘pecah’.

Polisi memperkirakan korban meninggal sekitar pukul 04.00 dini hari. Di lokasi kejadian ditemukan sebuah botol bermerek POLARIS, yang diidentifikasi kemudian ternyata berisi cairan beracun. Kemungkinan besar korban menegak cairan tersebut untuk mempercepat kematiannya.



14 Juni 2007. 10.00 WITA :

Suara tangis para kerabat dan sahabat tereda sejenak. Seorang gadis maju ke depan, ke arah pengeras suara. Sambil melipat tangan di depan selangkangannya, ia lalu sejenak mengatur posisi berdiri. Para pelayat memandanginya dengan ekspresi heran. Maklum orang ini tidak termasuk dalam rangkaian acara yang telah dibaca sebelumnya oleh petugas acara.

“Perkabungan yang mulia”, ucapnya, membuka kecurigaan tatapan banyak orang.

“Aku tak punya kesalahan apa-apa dalam hal kematiannya ini. Tolong jangan salahkan saya. Dia menggantung dirinya sampai tewas sesungguhnya karena ikan yang telah menemaninya selama 12 tahun itu dicuri orang”.

Pertanyaan di banyak kepala hadirin agak mencair.

“Tuan-tuan dan Puan-puan, Perkabungan yang mulia ! Aku mencintainya, namun dia ternyata sama sekali tidak tertarik padaku. Semua orang tahu, aku cinta padanya dan berharap bisa menikah dengannya. Aku bahkan pernah dengan sengaja menjebaknya untuk menginap di hotel yang menjadi langganan pemberitaan asusila oleh banyak media. Tapi sungguh sial malam itu, tidak ada polisi yang menggrebek, dan tidak ada media yang meliput. Padahal aku telah siap untuk singkapkan BHku sewaktu polisi datang menggrebek dan moncong-moncong kamera media terarah pada kami. Biar semua orang di kampung sini yang senang menonton berita-berita kriminal akan mengetahui kejadian kami berdua yang ditangkap dan digiring ke kantor polisi karena kedapatan sedang berduaan di dalam kamar hotel dengan kondisiku yang setengah telanjang. Aku malam itu tidak membawa KTP biar polisi makin mendapatkan alasan berlapis untuk menangkap kami. Biar setelah kejadian itu kami bisa menikah untuk menutupi aib, seperti kebiasaan orang-orang di sini”.

Kaum keluarga geram mendengar orasi murahan dan menjijikkan itu. Seorang pelayat menegurnya agar diam, namun perempuan itu memegang dengan kuat stand mike dan meneruskan ocehannya.

“Malam itu sungguh mengesalkan. Rencana tidak berjalan sebagaimana mestinya. Memang, sekalipun kami sempat bercinta, itupun terjadi karena dengan paksa kulucuti pakaiannya dan kuhisap, maaf, anunya sehingga diapun jadi birahi pada keberingasanku”.

“Sekalipun demikian, dia ternyata lebih mencintai ikan, teman sepermainnya sejak masih remaja itu, ketimbang aku. Sebelumnya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, selagi almarhum masih dalam masa perkabungan ikan, cintanya itu, dia selalu meraung sendirian, mengucapkan kata-kata yang agak sulit dimengerti oleh orang yang tidak atau belum pernah mengetahui cerita sebenarnya”.

“Siapa yang akan mampu menggantikan sedotan mulutnya ?”

“Biadab! Yang memisahkan cinta kami yang telah bersatu itu selayaknya mendapat hukuman eksekusi – seperti Tibo – yang takkan diberi kesempatan untuk membela diri atapun mengajukan eksepsi !”
.
“Itu sebagian kata-kata yang berhasil kudengar. Entah dia telah kawin dengan ikan itu, aku tidak tahu. Yang jelas kematiannya tidak ada sangkut paut denganku. Tolong, jangan salahkan aku. Aku mencintainya”.

Gadis itu lalu menghampiri jasad, mengecupkan satu impian yang tak pernah terwujud di bibir lelaki yang telah terbujur dingin, kaku dan membeku. Beberapa saat kemudian dia mohon diri. Hadirin menjadi ribut. Hampir semua berdesus. Perkabungan jadi gempar. Kaum keluarga berekspresi malu karena cerita gadis itu. Pendeta yang akan memimpin ibadah pelepasan jenasah hanya ternganga.



14 Juni 2007. 10.25 WITA :

Sesuai kesaksian yang salah tempat itu, gadis tersebut digelandang ke kantor polisi untuk melengkapi berita acara hasil investigasi dan olah TKP.
Polisi : Nama lengkap ?

Gadis : Wissye Angreini Putri, pak

Polisi : Nama panggilan ?

Gadis : Wiss

Polisi : Umur ?

Gadis : 28 tahun

Polisi : Hubungan dengan korban ?

Gadis : Pacar. Belum pacaran…ee…mmm…maaf, hanya teman

Polisi : Berapa kali berhubungan badan dengan korban ?

Gadis : Kok, hal seperti itu ditanyakan, pak ?

Polisi : Jawab saja, ini prosedur !

Gadis : Satu kali, pak

Polisi : Nama anda tertulis di paha korban, jelaskan !

Gadis : Itu bukan nama saya, pak. Nama saya dua S, yang di tato Cuma satu S

Polisi : Lalu Wis mana yang di tatonya itu ?

Gadis : Nda tau, pak. Tanya ke korban dong, pak. Jangan tanya saya.

Oo…iiia! Jangan-jangan itu nama ikan, pak

Polisi : Jangan main-main dengan aparat

Gadis : ………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………..

Permisi, pak. Saya mau buang air.

Di toilet, gadis itu menuliskan kekesalannya FREDI, WISS MASIH INGIN MEMERKOSAMU tulisan merah Lipstik.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar